Sejarah Kota Pekalongan

        Asal usul nama Kota Pekalongan sebagaimana diungkapkan oleh masyarakat secara turun temurun terdapat beberapa versi. Salah satunya disebutkan adalah pada masa Baurekso menjadi Bupati Pekalongan dan juga sebagai Tokoh Panglima Kerajaan Mataram. Pada tahun 1628 beliau mendapat perintah dari Sultan Agung untuk menyerang kompeni di Batavia. Maka ia berjuang keras, bahkan diawali dengan bertapa seperti kalong / kelelawar (bahasa Jawa topo ngalong) di di hutan gambiran (sekarang : kampung Gambaran). Dalam pertapaannya diceritakan bahwa Ki Baurekso digoda dan diganggu prajurit siluman utusan Dewi Lanjar, namun tidak berhasil bahkan Dewi Lanjar dipersunting Baurekso sebagai isterinya. Sejak saat itu, daerah tersebut terkenal dengan nama Pekalongan. Dalam versi lain disebutkan bahwa nama Pekalongan juga berasal dari kata Apek dan Along (bahasa jawa : apek (mencari), along (banyak). Hal ini berkaitan dengan perairan laut di daerah Pekalongan yang kaya hasil ikannya.

      Kota Pekalongan adalah salah satu dari 35 Kota / Kabupaten di Wilayah Propinsi Jawa Tengah. Dalam Perkembangannya menuju persaingan bebas, Pemerintah Kota Pekalongan terus berbenah menggali potensi-potensi yang ada. Selama ini Kota Pekalongan telah dikenal sebagai KOTA BATIK yang merupakan sentra produksi dan penjualan Batik dalam skala besar yang telah menjangkau Pasar Nasional maupun Internasional., Kota Pekalongan boleh dikatakan telah menjadi salah satu kota referensi bagi produk-produk Batik, baik secara Nasional maupun Internasional hal ini diperkuat dengan telah diresmikannnya sebuah Museum Batik Nasional oleh Presiden Republik Indonesia (Bapak Susilo Bambang Yudhoyono) pada tanggal 12 Juli 2006. Selain Batik Kota Pekalongan juga memiliki potensi usaha di bidang Perikanan dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara yang pernah menjadi sentra penghasil ikan terbesar di Indonesia, potensi lainnya adalah adanya Peninggalan Bangunan Bersejarah, Wisata Belanja, Seni Budaya yang religius, Obyek Wisata Pantai Pasir Kencana dan Pantai Slamaran Indah serta Pemandian Air Panas Tirta Bumi. Di Kota Pekalongan. Masyarakat Kota Pekalongan terdiri dari berbagai etnis, dengan mayoritasnya etnis Jawa, ditambah etnis Arab dan China. Sejak dahulu masyarakat Kota Pekalongan yang mayoritas beragama Islam dikenal sangat religius dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Sifat Religius itu terlihat dimana pada hari Jum’at pada umumnya bidang usaha tutup, banyaknya sekolah dan pendidikan non formal yang mengajarkan ajaran Islam serta terpeliharanya Seni dan Budaya Islam. Masyarakat Etnis China yang jumlahnya cukup banyak dan sudah membaur dengan etnis jawa juga melesterikan budaya yang mereka bawa dari nenek moyang nya. Hal ini terlihat dengan adanya rumah-rumah ibadah masyarakat Budha serta seni dan budayanya yang masih dilestarikan. Kehidupan sosial dan ekonomi memacu pertumbuhan berbagai bidang usaha maupun kebutuhan hidup lainnya, termasuk dalam bidang pariwisata. Dengan adanya kebutuhan untuk mendayagunakan semua sumber daya serta meningkatkan pendapatan daerah, memperluas lapangan kerja, kesempatan berusaha serta memperkenalkan potensi wisata, maka Pemerintah Kota Pekalongan perlu meningkatkan program pembangunan pariwisata yang antara lain melalui pengelolaan dan pemanfaatan obyek wisata dan penggalian obyek wisata baru yang sudah ada namun belum dikembangkan. =))

Sejarah Batik Pekalongan





SEJARAH BATIK PEKALONGAN

Sejarah Batik di Pekalongan dimulai dari pasca peperangan dan perpecahan di lingkungan kerajaan Mataram yang waktu itu dipimpin oleh rajanya Panembahan Senopati. Peperangan melawan kolonial belanda maupun perpecahan di antara lingkungan kraton memang kerap kali terjadi, hingga pada suatu saat kondisi yang paling parah menyebabkan banyak keluarga-keluarga raja yang mengungsi dan menetap didaerah-daerah baru antara lain ke Pekalongan. Keluarga-keluarga kraton yang memang telah mempunyai tradisi batik dan mengungsi inilah yang mengembangkan pembatikan ke daerah pengunsian di Pekalongan.


 Di daerah Pekalongan tersebut akhirnya batik tumbuh dengan pesat seperti di Buaran, Pekajangan dan Wonopringgo. Keluarga kraton yang mengungsi dan membawa pengikut-pengikutnya ke daerah baru itu, dan ditempat itu kerajinan batik terus dilanjutkan dan kemudian menjadi pekerjaan untuk mata pencaharian. Corak batik di daerah baru ini disesuaikan pula dengan keadaan daerah sekitarnya. 

 
 Sampai awal abad ke-XX proses pembatikan yang dikenal ialah batik tulis dengan bahan morinya buatan dalam negeri dan juga sebagian import. Setelah perang dunia kesatu baru dikenal pembikinan batik cap dan pemakaian obat-obat luar negeri buatan Jerman dan Inggris.

  
Pada awal abad ke-20 pertama kali dikenal di Pekajangan ialah pertenunan yang menghasilkan stagen dan benangnya dipintal sendiri secara sederhana. Beberapa tahun belakangan baru dikenal pembatikan yang dikerjakan oleh orang-orang yang bekerja disektor pertenunan ini.

Pertumbuhan dan perkembangan pembatikan lebih pesat dari pertenunan stagen dan pernah buruh-buruh pabrik gula di Wonopringgo dan Tirto lari ke perusahaan-perusahaan batik, karena upahnya lebih tinggi dari pabrik gula. Bahan-bahan yang dipakai untuk kainnya hasil tenunan sendiri dan bahan catnya dibuat dari pohon seperti: mengkudu, pohon tom, soga Jawa, dan sebagainya.



 Batik Pekalongan sudah ada sejak sekitar tahun 1800. Namun, perkembangan secara signifikan baru terjadi setelah Perang Diponegoro atau juga disebut Perang Jawa (1825-1830) di kerajaan Mataram. Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan bangsa Cina, Belanda, Arab, India, Melayu, dan Jepang pada masa lampau telah mewarnai kasanah perbatikan di Pekalongan, baik motif maupun tat warnanya.

Batik Jlamprang diilhami dari India dan Arab. Batik Encim dan Klengenan dipengaruhi dari peranakan Cina. Batik Pagi Sore diilhami dari Belanda dan Batik Hokokai diilhami dari Jepang.

Perkembangan budaya teknik cetak motif tutup celup dengan menggunakan malam (lilin) di atas kain, memang tidak lepas dari pengaruh negara-negara tersebut. Perkembangan batik Pekalongan tidak sepenuhnya dikuasai pengusaha bermodal besar, akan tetapi bertopang pada ratusan pengusaha kecil dan hampir semua dikerjakan di rumah-rumah. Sehingga, Batik Pekalongan ini menyatu erat dengan kehidupan masyarakat.

Pekalongan merupakan kota yang paling dinamis dalam mengembangkan batik, karena batik sudah menjadi nafas hidup sehari-hari warga Pekalongan. Kota Pekalongan merupakan industri batik terbesar di Indonesia dan sudah selayaknya kalau dijuluki sebagai Kota Batik.

    [copy : http://www.parasantique.com/index.php?content=berita&id=59 & http://ngulikbatik.multiply.com/journal/item/6/Sejarah-Batik-Pekalongan]