Jarang Ber-Karya

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Selamat malam broo! lama ndak update mengenai blog :D
bagaimana kabarnyaa nihh.. semoga baikk semuanya yaa.. Aamiinnn

Malem ini aku mau nge share cerpen nih broo! aku mbuaat cerpen ini terinspirasi ketika melihat kakek tua renta yang dianggap sebagai orang gila oleh anak-anak kecil. Cerpen ini insyaAllah bisa memotivasi kalian untuk saling menghormati orang lain. Maupun kita berbeda dalam urusan harta, usia, atau apapun yang berbeda kita harus tetap menghormatinyaa.Aku beri judul cerpen ini " Malaikat Tanpa Nama". Penasaran ceritanyaa?? monggo dibacaa, kalo sudah sertakann komentarnyaa yaa ... 



MALAIKAT TANPA NAMA
Cipt : Susan K Nisrina


Berjalan melintasi daerah perkampungan yang menuntunku kembali ke sebuah toko sekaligus rumah sederhana yang menyimpan semua kenanganku bersama keluargaku. Aku tinggal bersama seorang perempuan yang membesarkanku dengan penuh perjuangan, perempuan itu sangat tangguh karna tanpa seorang lelaki Ia bisa membesarkanku seorang diri, aku sangat  mencintainya. Ya! Dia adalah ibuku. Ibu yang melahirkanku dan mendidikku hingga aku dewasa. Suatu ketika, seusai aku pulang dari tempat kerjaku, aku melihat seorang lelaki tua, yang berpakaian seperti seorang pengemis, yang sedang dibuat mainan oleh anak-anak dari kampung sebelah. Aku langsung menemui orang tua itu, dan menyuruh anak-anak untuk tidak mengejek orang tua itu. Ketika aku menemui orang tua itu, kondisinya sangat tidak enak dilihat. Mungkin karena kondisinya seperti itu anak-anak mengejeknya dengan sebutan “Orang Gila”. Setelah anak-anak sudah tidak mengejeknya dan pergi, saya langsung menenangkan orang tua itu. Aku mulai berbincang dengan orang tua itu dengan berkenalan dengannya dan memberikan sedikit sisa bekal makan siangku tadi. Aku terkejut ternyata orang tua itu tidak bisa berbicara seperti orang normal lainnya. Akhirnya dengan pelan-pelan ku berbincang dengannya.

“Bapak tidak apa-apa kan?” tanyaku dengan memegang pundak orang tua itu.
“Iya , tidak papa. Terimakasi ya” jawab bapak itu dengan sedikit gagap dan berkata pelan-pelan sembari mengusapkan air mata yang tersisa dipipi nya.
“Ini pak, saya masih punya sisa makan siang tadi. Dimakan ya pak. Yasudah pak, saya ijin pulang dulu ya, sudah sore, takut ibu saya mencari saya. Mari pak” sambung ku dengan mengucapkan salam kepada orang tua itu.
“Iya nak, terimakasi” jawabanya dengan penuh syukur.

Setelah itu, aku pun pulang dengan langkah kaki yang tergesa-gesa karena takut akan datangnya malam. Setelah sampai di rumah, aku melihat ibu sedang marah-marah karena barusan didatangi oleh dua orang preman yang meminta uang secara kasar kepada ibuku. Mereka memang selalu meminta uang kepada orang-orang yang berjualan ditoko dengan kasar. Aku langsung menenangkan ibu agar emosinya bisa reda. Setetelah itu aku ajak ibu menutup toko karena hari sudah mulai malam. Setelah kami menutup toko kami masuk kedalam, dan akupun langsung membersihkan diri dan ibu masuk ke dalam kamar.

Esok hari, ketika aku sudah bersiap-siap untuk berangkat kerja aku mendengar celotehan ibu yang menjadi-jadi, dan akupun langsung keluar. Ketika aku keluar, ku dapati seseorang yang sedang tertidur di depan emperan tokoku. Dan ternyata, seseorang yang tertidur tanpa beralaskan apa-apa itu adalah orang tua yang ku temui kemarin. Akhirnya dengan lembut ku membangunkan orang tua itu, dan tak lama kemudian orang tua itu terbangun dari tidurnya. Ketika Ia melihatku Ia sangat senang dan akhirnya aku langsung memberikan bekalku untuk orang tua itu, dan orang tua itu menitihkan air matanya yang seketika keluar.

“Pak, ini ada bekal saya untuk bapak, dimakan ya pak. Sekarang bapak pergi dari sini ya, karena ibu saya akan membuka tokonya.” Pintaku dengan lembut.

Kemudian tak berapa lama, orang tua itu langsung pergi dari tokoku. Setelah itu, akupun  berpamitan kepada  ibu untuk berangkat kerja. Ibu menasehatiku agar aku tidak lagi memberikan makan untuk orang tua itu, karena ibu masih sangat kesal kepada orang tua itu.

“Kamu tidak usah lagi meberikan bekal makananmu kepada orang yang tidak jelas itu! Ibu tidak suka kamu meberikan itu kepadanya. Kamu baru berikan sekali aja sudah nglunjak seperti itu! Bagaimana kalo kamu sering memberikannya makan. Pokoknya ibu tidak suka lagi kamu seperti itu! Yasudah sana berangkat nanti telat.” Ujar ibu dengan nada yang cukup kasar. Mungkin karena masih kesal. Akupun langsung meminta izin ibu untuk berangkat.

“Dada ibu, cinta berangkat dulu yaa” ujarku dengan mencium kedua tangannya dan langsung meninggalkan ibu.

Setelah sampai di kantor aku mulai tersadar bahwa dibelakangku ada orang tua itu. Ternyata orang tua itu membuntutiku dari rumah hingga ke tempat dimana aku bekerja. Dan aku langsung menemui orang tua itu dan memintanya untuk pergi dari kantor itu, karena aku takut kalo satpam di kantorku itu yang akan mengusir orang tua itu dengan kasar. Sebelum aku memintanya untuk segera pergi, kusempatkan duduk sebentar untuk berkenalan lagi kepada orang tua itu.

“Pak, bapak mengikuti saya?” tanyaku penasaran
“Iya nak,” jawabnya dengan ucapan sedikit gagap yang penuh keramahan.
“Oiya pak, kita belum sempat kenalan. Perkenalkan saya cinta pak, bapak siapa?” tanyaku dengan lembut.

Setelah saya menanyai siapa nama orang tua itu, entah kenapa orang tua itu langsung menitihkan air mata. Saya tidak mengerti kenapa orang tua itu menitihkan ketika aku menanyainya seperti itu. Akhirnya, aku tidak lagi meneruskan dan memaksa orang tua itu untuk menjawab pertanyaanku barusan. Setelah aku menyudahi pembicaraan, akhirnya orang tua itu memintaku untuk mengeluarkan secarik kertas. Karena Ia ingin menyampaikan sesuatu.

“Nak Cinta, kertas” pintanya kepadaku, yang sempat aku tak paham apa yang diinginkan orang tua itu. Setelah aku mengeluarkan beberapa barang dari tasku, orang tua itu mengambil kertas dan bolpen yang ada.
“Ohh, bapak ingin kertas dan bolpen? Maaf pak saya tidak mengerti” ucapku dengan rasa bersalah.

Setelah aku menunggu, tidak lama kemudian, orang tua itu meberikan kertas itu kepadaku. Dan didalam kertas itu Ia menuliskan, bahwa dia dulu korban kecelakaan yang menyebabkan Ia gagar otak. Sehingga Ia tidak tau namanya sendiri, bahkan keluarganya.

Ketika aku membaca tulisan dari orang tua itu, aku merasa terenyuh. Dan waktu telah menunjukan pukul 8, aku langsung meminta izin kepada orang tua itu, dan memintanya untuk segera pergi dari tempat ini.
    
     Setelah aku memasuki kantor, aku langsung dipanggil oleh rekan kerjaku dan memintaku untuk menemui atasan. Aku langsung merapihkan baju, meletakkan tas di meja kerjaku, dan langsung menuju ke ruang atasan. Dan disana aku telah ditunggu oleh atasanku, dan aku langsung duduk di sofa. Atasanku langsung membuka pertemuan itu dengan sesuatu yang membuatku bertanya-tanya.

“Silahkan duduk” pintanya dengan halus
“Terimakasi pak” aku langsung duduk di sofa tersebut,
“kamu saya tugaskan untuk rapat ke luar kota mengenai prospek kedepan perusahaan kita ini. Apa kamu siap?” dengan nada tegas, yang membuatku harus menerima tugas itu dengan penuh tanggung jawab.
“Berapa hari pak disana? Karena saya tinggal bersama ibu saya. Dan jika saya meninggalkan beliau, siapa yang akan menemani beliau ketika saya sedang  berada di luar kota?” jawabku dengan penuh kebingungan.
“tenang, kamu berangkat lusa, jadi kamu masih bisa berkomunikasi dengan ibumu besok, dan disana kamu hanya 3 hari.” Jawab atasanku yang sangat tegas itu.

Setelah saya mengetahui jika hanya 3 hari ditugaskan diluar kota, saya menyanggupi- nya. Kemudian, saya dipersilahkan untuk keluar dari ruangan, dan di berikan waktu untuk mempersiapkan semua data-data yang harus dibawa pada saat rapat nanti. Akhirnya, aku langsung meninggalkan atasanku dan langsung menuju ke meja kerjaku.

Hari berlalu dengan cepat, tak terasa waktu sudah menunjukan tepat pukul 4 sore. Aku langsung membereskan meja kerjaku dan pulang kerumah dengan penuh kelelahan yang menyelimuti tubuhku. Setelah sampai di depan toko, aku melihat orang tua itu sedang di pukuli oleh Ibuku karena Ia tidak mau pergi dari emperan tokoku. Aku langsung memberhentikan perlakuan ibu. Aku meminta ibu untuk masuk kedalam rumah, dan disaat malam tiba aku mulai bercerita kepada ibu tentang tugas yang diberikan oleh atasanku tadi.

“Bu, Cinta mau cerita dan Cinta mau minta pendapat ibu” pintaku dengan manja kepada ibu
“Cerita apa sayang? Tumben kamu mau cerita, ada masalah apa? Tidak seperti biasannya kamu meminta pendapat ibu?” jawab ibu penuh penasaran dengan ceritaku.
“Begini bu, tadi atasan Cinta memanggil Cinta, karena Cinta ditugaskan untuk ke luar kota untuk mengikuti rapat bu. Cinta bingung mau ikut atau tidak, kalau Cinta ikut, ibu disini dengan siapa? Aku takut ibu kenapa-kenapa jika sendiri disini.” Ceritaku pun dimulai, ibu mendengarkan ceritaku dengan tersenyum, dan Ia langsung menjawab pertanyaanku dan memberikan saran kepadaku.
“Kamu terima saja tugas itu dengan penuh tanggung jawab. Ibu disini tidak sendirian kok nak, Ibu kan selalu ada yang menjaga. Waktu Ibu tertidur lelap pun Ibu sudah dijaga, apalagi waktu kamu akan meninggalkan ibu untuk melakukan tugas yang memang sudah menjadi tugasmu. Silahkan kamu kerjakan tugas itu dengan penuh tanggung jawab.” Jawab ibu dengan penuh semangat.

Aku senang mendengarkan saran dari ibu. Ibu memang selalu bisa untuk memecahkan masalahku yang seharusnya aku pecahkan sendiri. Setelah aku selesai bercerita kepada ibu, aku dan ibupun tidur bersama. Keesokan harinya, lagi-lagi ibu menjerit karena mendapati orang yang sama seperti kemarin. Tidak nangung-nanggung, ibu membangunkan nya dengan mengguyur kan air ke badannya yang sedang tertidur lelap. Kemudian Ia terbangun dengan kaget, saat aku keluar aku mendapati orang tua itu dengan tubuh yang basah kuyub. Aku langsung mengambilkan seperangkat pakaian dan handuk untuknya, kemudian aku berikan kepada orang tua itu. Dan aku langsung menegur ibu dengan penuh kelembutan.

“Ibu, ibu tidak boleh seperti itu. Kasian bapak tua itu.” Ujarku kepada ibu sembari memedamkan amarah ibu yang sedang memuncak. Kemudian aku membawa ibu masuk kedalam toko, setelah itu aku menemui orang tua itu.
“Pak, bapak tidak apa-apa kan? Maaf kan perlakuan ibu saya ya pak?” pintaku dengan memohon kepada orang tua itu
“Iya nak, tidak papa.” Kemudian orang tua itu meminta kertas lagi karena ada sesuatu yang ingin Ia bicarakan kepadaku.
“Nak, kertas” pinta orang tua itu.

Aku langsung mengambil perlengkapan menulisku di kamarku, setelah kudapati aku langsung memberikan kertas dan bolpen kepada orang tua itu.
“Ini pak,” sambil kuserahkan kertas dan bolpen.

Tidak lama kemudian, bapak itu menyerahkan kertas itu kepadaku. Di kertas itu tertulis keadaanku saat ini terlihat sedikit murung karena sedang memikirkan sesuatu yang sulit untuk diucapkan. Kemudian aku langsung menjawab pertanyaan orang tua itu.

“Iya pak, saya masih bingung dengan tugas yang diberikan oleh atasan saya kepada saya. Saya ditugaskan untuk keluar kota untuk mengikuti rapat. Yang menjadi beban pikiran saya saat ini itu mengenai ibu saya. Siapa yang akan menjaga ibu saya, tapi tadi malam saya ceritakan semua kejadian ang terjadi kemarin di kantor. Ibu saya mengatakan jika saya harus menerima tugas itu dengan penuh tangung jawab. Ibu saya bilang kalau Ia sudah ada yang selalu menjagannya, dan menyuruh saya untuk tidak memikirkan hal tersebut.” Jawabku sambil menjelaskan, dan ikut terhanyut dalam cerita sehingga aku menitihkan air mata.

Kemudian setelah orang tua itu mendengarkan ceritaku, Ia langsung meninggalkanku begitu saja, tanpa ada yang Ia katakan padaku sebelumnya. Aku langsung masuk kedalam toko dan membantu ibu untuk berjualan. Malam pun tiba, hal biasa yang selalu aku lakukan ketika malam hari ataupun sore hari adalah menutup toko agar tidak ada maling yang bisa masuk ke dalam rumah.

Malam begitu cepat terlewati, hingga aku harus meninggalkan ibu seorang diri di toko ataupun rumah untuk mengerjakan kewajibanku di kantor. Aku langsung keluar rumah dan toko, ku lihat di emperan toko tidak melihat orang tua yang biasa tertidur di emperan toko. Aku heran sekali, mengapa orang tua itu tidak datang disaan aku ingin pergi. Akhirnya tidak lama setelah itu, ada mobil yang sudah menjemputku berhenti didepan toko. Aku langsung berpamitan kepada ibu.

“Bu, Cinta berangkat dulu yaa, Ibu jangan lupa makan, kunci pintunya kalau malam ya bu. Hati-hati ya bu. Cinta saying Ibu, dan Cinta mohon doannya ya bu, agar Cinta diperlancar rapatnya.” Ujarku sambil, mencium tangan, pipi hingga memeluk Ibu dengan erat. Ibu juga memeluku dengan penuh kehangatan, seperti ingin berpisah dengan seseorang dalam jangka waktu yang lama.

Setelah aku meninggalkan Ibu aku langsung masuk ke dalalm mobil, dan langsung menuju ke tempat tujuan. Setelah 7 jam perjalanan, aku sampai di Hotel. Aku langsung memesan kamar, dan istirahat sejenak, untuk melepas kelelahan.

Setelah 2 hari lamanya, akhirnya aku bisa pulang dan bertemu dengan ibu. Setelah sampai dirumah, ibu menyambutku dengan penuh kebahagiaan. Dan ibu menyuruhku untuk langsung beristirahat melepaskan kepenatan yang ada di tubuh ini. Hari itu sangat cepat ku lalui, tidak terasa sudah bertemu lagi dengan pagi.

Setelah aku bangun aku langsung menuju ke dapur untuk mengambil oleh-oleh yang akan ku berikan kepada orang tua itu. Aku bergegas mengambilnya dan langsung menuju ke emperan toko. Setelah ku buka pintunya, ternyata tidak ada seorang pun yang tertidur bahkan duduk di emperan toko. Aku langusng memanggil ibu.

“Buuuu.” Ujarku dengan teriak memanggilnya
“Iya kenapa sayang? Kok teriak-teriak seperti itu?” Tanya ibu penasaran
“Bu, bapak tua yang sering ada di sini kemanaa?? Kok tumben Ia tidak disini?” tanyaku dengan cemas
“Bapak tua itu sudah 3 hari ini tidak Nampak batang hidungnya nak. Ibu juga bingung, tumben sekali beliau tidak kesini. Ibu juga seperti merasa kehilangan sesuatu.” Jawab Ibu, dengan cemas juga
“Kira-kira dimana ya bu, bapak tua itu?” tanyaku kepada ibu dengan perasaan yang cemas, penasaran campur aduk menjadi satu rasa.

Setelah aku memikirkan bagaimana cara menemukan orang tua itu, aku baru teringat kalau dulu ayahku pernah memasang CCTV di atas toko.

“Oiya bu, di toko kita ini kana da CCTV nya. Ayo bu kita liatt” ujarku sambil mengajak ibu ke ruangan yang terdapat alat CCTVnya.

Tidak lama kemudian aku melihat hasil rekaman itu, dan melihat ada seseorang yang sedang membantu melindungi tokoku dari segala macam bahaya. Bahkan tokoku hampir saja ingin dirampok oleh dua orang yang memakai topeng. Tapi akhirnya tidak jadi, karena dua orang tersebut kepergok oleh seseorang, akhirnya salah satu dari dua orang itu mengeluarkan senjata tajam dan langsung ditusukkan benda tajam itu ke perut seseorang yang memergokinya. Dan aku sangat menyesal, ternyata seseorang yang telah menggagalkan perampok itu adalah orang tua yang selama ini bertemu denganku. Yang selama ini telah ibu caci maki, ibu hina, dan bahkan yang telah ibu perlakukan dengan tidak wajar.

Seketika itu, Ibu langsung menangis, dan ibu sangat menyesal telah memperlakukan orang tua itu dengan tidak wajar. Ibu lagsung mengajak ku untuk mencari tau, dimana dua orang bertopeng itu membawa orang tua itu. Setelah aku keluar dari toko, ada anak kecil yang meberitahu kepadaku bahwa Ia menemukan orang tergeletak dipinggir jalan. Aku dan ibu langsung menutup toko dan bergegas menuju ke kejadian tersebut.

Setelah sampai ke tempat kejadian, aku langsung menangis, ternyata orang yang tergeletak dijalanan itu adalah orang tua yang selama ini aku cari. Orang tua yang selama ini telah menjaga Ibu ketika aku sedang berada di luar kota. Tidak berpikir panjang aku langsung meminta orang-orang untuk memandikan, mengkafani, dan menguburkan mayat orang tua itu. Setelah dikubur, karena aku tidak tau siapa nama orang tua itu, di batu nisannya ku beri nama “Malaikat Tanpa Nama”. Karena Ia telah menjadi sosok ayah untuk ku, dan menjaga keluargaku dengan tulus.

“Terimakasih Ayahh..” kalimat terakhir yang keluar dari mulutku untuknya.

SELESAI

2 komentar:

Posting Komentar